Selasa, 25 November 2014

MY SWEET FRIEND (ZONE)

"Oke! Kalo itu yang lo mau! Gu engga mau ngomong lagi sama lo! Tapi yang lo harus inget, gue akan tetep sayang sama lo, sampai kapanpun itu" ucapku yang di iringi air mata.
"Maaf, bukan itu maksud gue..."

Aku tidak mau mendengarnya lagi, aku berlari secepat yang aku bisa.

Aku salah.
Aku bodoh.
Aku tidak tahu diri.
Aku benci diriku sendiri.



Semuanya berawal saat aku menyadari aku mulai jatuh cinta kepada sahabatku sendiri.

Akhirnya sahabat-sahabatku yang lain mengetahuinya dan bocorlah kabar itu kepada sahabat yg kucintai itu. Dia tidak bisa menerima perasaanku. Akupun tidak mengemis untuk dia membalas cintaku. Aku hanya ingin selalu di dekatnya, selalu bersamanya dan selalu ada untuknya. Aku tidak berharap apapun kepadanya. Apa aku salah?

Tapi sepertinya prinsip dia yang "tidak boleh jatuh cinta pada sahabat sendiri" mengalahkan logikanya. Jika aku bisa, aku juga tidak mau jatuh cinta pada sahabatku sendiri. Tapi cinta tidak bisa dipaksa, tidak bisa dipaksa untuk mencinta ataupun dipaksa untuk berhenti mencintai.

Aku selalu berusaha untuk menghilangkan rasa ini, tapi apa? Semakin aku melupakannya, semakin aku mencintainya. Aku tau, aku tidak boleh memelihara perasaan ini, aku tau itu tidak mungkin. Tapi, seperti yang kukatakan tadi—perasanku tidak bisa dipaksa untuk berhenti mencintainya.

Di sinilah puncaknya, di taman sekolah. Dia mengajakku, hanya ada aku dan dia. Betapa bahagianya aku. Tapi setelah dia mengutarakan maksudnya, semua kebahagiaan itu seakan terkena bom atom, hancur. Dia mengajakku ke taman hanya untuk menyuruhku untuk berhenti mencintainya. Itu sangat bodoh! Aku kehilangan kendali, aku tau aku bodoh menciptakan perasaan ini, tapi dia lebih bodoh karena menyuruhku secara terang-terangan untuk berhenti mencintainya. Aku ini wanita, apa dia tidak tahu perasaan wanita? Dia secara gamblang menyuruhku untuk berhenti mencintainya. Aku tidak ingin bertemu dengannya lagi, aku malu.

Tangisanku semakin menjadi, aku terus berlari. Sampai aku kelelahan dan akhirnya aku berhenti dan duduk di depan kelas. Aku duduk dengan tangan menutupi wajah. Aku tidak bisa berhenti menangis, baru sekarang aku seperti ini. Aku paling tidak mau menjatuhkan air mataku, tapi sekarang? Aku tidak bisa menghentikan air mataku karena sahabatku. Aku benci seperti ini, semoga tidak ada yang melihatku dalam kedaan hancur begini.

Aku yang masih berusaha menghentikan tangisanku malah berujung pada sesegukan. Aku kesal sendiri. Tak berapa lama, ada seseorang yg menyentuh pundakku. Aku refleks mendongakkan kepala, dan aku menemukan wajah seseorang yang dulu sangat aku cintai, bahkan perasanku tidak berkurang sedikitpun sampai saat ini, saat dia membuatku kacau seperti ini.

Dia duduk di depanku.
"Phuji, maafin gue. Gue ngga bermaksud bikin lo nangis. Gue cuma ngga pengen persahabatan kita hancur cuma karena cinta. Kita itu sahabat Phuji, lo tau kan? Gue minta maaf banget. Gue pengen mempertahankan persahabatn kita. Gue mohon lo jangan nangis" Ucapnya.

"Lo pikir gue mau ngancurin persahabatan kita? Lo pikir gue seneg jatuh cinta sama lo? Ngga! Gue selalu pura-pura bahagia kalo lo cerita ttg cewek, gue selalu pura-pura tegar, gue selalu pura-pura senyum depan lo, gue selalu pura-pura ngga cemburu, lo pikir gue bahagia hidup dalam kebohongan? Gue capek! Gue juga ngga mau jatuh cinta sama lo! Gue juga ngga mau punya perasaan ini! Lo pikir selama ini gue bahagia mencintai lo? Yang ada gue selalu sakit hati, selalu merasa sendiri, dan sekarang? Lo dengan seenak mulut lo nyuruh gue berhenti mencintai lo? Kalo gue bisa, gue bakal berhenti tanpa lo suruh!" Tangisanku pecah lagi.

Aku sebenarnya malu menangis di depannya, apalagi melihat wajahnya yang datar. Aku tidak bisa menduga apa yang akan diucapkannya. Aku menunggu dia membuka mulut.

"Phuji, please jangan nangis dong" ucapnya.
Aku diam tidak menjawab.

"Phuji, maafin gue. Sumpah gue ngga bermaksud buat lo kaya gini" ucapnya lagi.
Aku tetap diam.

"Phuji, please maafin gue"
Aku masih diam.

"Lo jangan diem aja dong. Gue ngga akan maafin diri gue sendiri kalo lo berubah menjadi Phuji yang yg pendiem"
Aku masih tetap diam.

"Gue mohon, lo maafin gue, anggep kejadian tadi ngga pernah ada dan balik lagi jadi Phuji yang selalu bahagia di depan semua orang. Apa yang lo minta bakal gue kabulin deh"

"Kalo gue minta lo belajar mencintai gue?" Tanyaku tiba-tiba.
Dia diam.

Aku sudah tau jawabannya, ku hapus air mata yang masih membahasi pipiku dan aku pergi meninggalkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar