Selasa, 04 November 2014

Berawal dari Kebencian

        Hari yang indah dengan matahari bersinar terang hampir di atas kepala. Akhir-akhir ini matahari jarang keluar dari persembunyiannya karena hujan selalu turun, padahal sekarang sudah memasuki musim kemarau. Sayangnya, aku tidak bisa menikmati indahnya dunia saat ini, karena aku harus berkutat dengan buku-buku tebal di perpustakaan. Langkah kakiku menyusuri koridor, ditambah dengan sapaan taman-temanku sepanjang koridor. Aku hanya membalasnya dengan seutas senyuman.
“Hay Keysha, tugas numpuk ya?” Ucap temanku yang berambut agak kriting
“Pagi Keysha, semangat ya!” Ucap teman perempuan di sampingnya
“Makanya jangan organisasi doang yang diurusin!” Celetuk salah seorang temanku yang lain
     Temanku-temanku semuanya baik, tapi terkadang mereka terlalu baik sampai aku tidak bisa membedakan yang benar-benar baik dan yang hanya pura-pura baik.
      Akhir-akhir ini aku sibuk mengurus acara kampus yang akan diadakan secara besar-besaran. Aku ingin semuanya sempurna, karena itu tugas-tugas kampusku menumpuk. Aku harus segera menyelesaikannya kalau ingin nilai yang bagus.
      Saat ini aku sudah duduk di kursi pojok perpustakaan, dekat jendela, tidak lupa ditemani dengan tumpukan buku yang akan segera ku jamah. Ku keluarkan laptop dengan semangat juang yang tinggi. Tapi perpustakaan yang sunyi tetap membuatku bosan.
      Satu jam, dua jam, tiga jam sudah kuhabiskan waktu di perpustakaan. Sangat membosankan memang, tapi demi nilai apapun kulakukan. Untuk mengusir kebosanan, sesekali aku melongok ke jendela, terlihatlah taman beserta beberapa orang yang sedang baca buku, berkumpul dengan teman, ataupun pacaran.
“Mampus! gue lupa!” Ucapku pada diri sendiri
      Aku melupakan sesuatu, secepat kilat aku membereskan buku-buku yang berserakan di atas meja dan memasukkan laptop ke dalam tas. Aku bangkit dari tempat duduk dan menuju meja ibu perpus untuk meminjam lima buku tebal yang mungkin akan kubutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugasku di rumah.
 BRUKK!
      Sesaat setelah aku keluar pintu perpustakaan, ada yang menabrakku dari belakang. Semua buku-buku yang kubawa jatuh berantakan. Ternyata orang yang menabrakku adalah orang Cina yang sedang asik dengan gadgetnya.
“Maaf-maaf, ngga sengaja, sini gue bantuin” Ucapnya yang juga ikut jongkok memungut buku
“Ngga usah, ngga usah, udah sana pergi!” Ucapku yang mengacuhkannya
“Dibantuin malah marah-marah!” Bisiknya sewot
“Eh gue denger ya! Makanya lain kali matanya liat jalan jangan liat gadget!” Jawabku ikutan sewot
      Cowok Cina itu pergi begitu saja tanpa menghiraukan omelanku. Aku mempunyai pengalaman buruk dengan Cina. Aku kembali membereskan bukuku dan langsung pergi ke parkiran.
      Tiiinnnnnn!
      Suara klakson memekakkan telingaku, aku hampir saja ditabrak oleh mobil AVANZA putih. Dengan keadaanku masih memegang buku yang banyak dan berat aku tidak berani melabrak si pemilik mobil. Tak lama, dia turun dari mobil.
“Lo ngga apa-apa?” Tanyanya
Aku tersadar dari kekagetanku, ternyata yang hampir menabrakku itu adalah Cina yang tadi menabrakku di depan perpustakaan.
“Elo lagi!! Sial amat sih gue ketemu lo!!” Ucapku kasar
“Tadi kan gue udah minta maaf dan sekarang lo yang salah. Lo yang ngga pake mata!” Jawabnya tak mau kalah
“Kok jadi lo yang marah-marah? Kan gue yang jadi korban!” Ucapku lagi lebih keras
“Lo harusnya minta maaf!!” Jawabnya sambil menunjukku
      Aku yang benci dibentak tidak terima. Awalnya memang aku merasa salah, tapi karena dia membentakku, aku tak sudi meminta maaf. Aku sengaja menjatuhkan buku yang paling tebal dari tanganku hingga mengenai kakinya.
“Aww” Teriaknya kesakitan
“Ups, sorry” Ucapku sambil berlari menjauh darinya
      Aku segera pergi ke mobil dan menuju apotek untuk membelikan obat om ku yang sedang sakit. Mendadak aku pikun, aku lupa jalan ke apotek yang menjadi langganan keluargaku. Setengah jam aku di jalan tanpa titik terang. Dan aku kehabisan bensin, aku tidak tau aku di mana. Jalanan yang sepi menambah kesusahanku untuk tau aku di mana.
      Aku keluar mobil dengan hanya membawa tas, dan mencari orang untuk tau aku di mana. Tak lama aku berjalan, aku melihat pemandangan mengerikan! Orang gila! Aku berpikir sejenak cara melarikan diri. Belum sempat aku menemukan caranya, orang gila itu sudah menyadari keadaanku. Aku berbalik arah dan lari sekencang-kencangnya. Orang gila itu tetap mengejarku.
      Aku lelah berlari. Tiba-tiba ada mobil berhenti di depanku. Ternyata si orang Cina itu lagi. Dia menyuruhku untuk masuk ke mobilnya. Tanpa pikir panjang, aku langsung duduk di kursi depan mobilnya. Nafasku hampir habis. Aku takut, malu, bingung, semua campur aduk.
      Dia dengan cepat melajukan mobilnya. Terlihat orang gila itu teriak histeris sambil melambai-lambaikan tangannya. Kita jauh, menjauh, semakin jauh, sampai tak terlihat lagi si orang gila. Sedikit demi sedikit aku mengatur nafasku.
“Minum dulu” Ucap cowok Cina itu sambil mengulurkan sebotol minuman
“Makasih” Jawabku mengambil minuman itu dari tangannya
      Aku minum untuk melegakan tenggorokanku. Aku masih diam, suasana menjadi canggung. Aku bingung harus bagaimana. Tapi tak lama, ia memecah keheningan.
“Lo ngga apa-apa?” Ucapnya lembut
“Ngga kok, makasih ya dan maaf” Ucapku yang kemudian menunduk
“Udah ngga usah dibahas, lo mau kemana?” Tanyanya
“Apotek Trias” Jawabku
“Loh? Kok nyasar ke sini? Terus mobil? Tanyanya memasang muka heran
“Gue mendadak lupa arah dan mobil gue bensinnya abis” Jawabku beralih menatapnya
      Aku duduk di sampingnya, memperhatikannya. Suasana hening kembali. Aku mengalihkan pandanganku ke depan. Aku tidak mau tertangkap basah sedang mengagumi cowok Cina di sampingku ini.
“Lo kenapa ngeliatin gue kaya gitu?” Tanyanya heran
“Ngga, maafin gue ya soal semuanya” Ucapku gugup karena ketauan
“Udah ngga usah dibahas, eh by the way gue Kelvin, lo siapa?” Tanyanya mengulurkan tangannya
“Gue Keysha” Jawabku menerima ulurannya
      Aku masih merasa ada kecanggungan. Padahal Kelvin begitu baik kepadaku. Dia berusaha mencairkan suasana. Tapi aku yang terlalu pendiam menjadikan semua itu sia-sia.
“Ngga usah tegang gitu, gue maafin kok” Ucapnya
“Hehe, iya-iya, gue bingung aja bisa sejahat itu sama lo” Jawabku mulai terbuka
“Kalo gue boleh tau, kok lo kayanya kesel banget sama gue? Kita pernah ketemu?” Tanyanya penasaran
“Oh, ngga. Gue ada pengalaman buruk aja sama orang Cina” Jawabku
“Oh, jangan kaya gitu dong. Ngga semua orang Cina itu kaya orang yang nyakitin lo” Jawabnya santai
“Iya, gue ngaku salah, ternyata masih banyak Cina yang baik kaya lo” Ucapku blak-blakan
“Gitu dong, jangan judge suatu suku cuma karena beberapa orang yang pernah nyakitin lo dari suku tersebut.” Ucapnya bijaksana
Mobil yang kutumpangi berhenti di depan toko bertuliskan “Apotek Trias”. Aku segera turun dari mobil Kelvin
“Makasih ya” Ucapku di jendela mobil
“Iya sama-sama, gue tunggu ya, gue anterin pulang” Ucapnya
      Aku hanya tersenyum. Aku langsung masuk ke apotek untuk membeli obat yang dipesan mama untuk om. Setelah itu langsung menuju mobil Kelvin lagi untuk pulang diantar olehnya.
      Sebulan lalu aku memutuskan untuk membenci Cina, tapi hari ini aku diantar pulang oleh cowok berdarah Cina. Tidak dipungkiri, dia sangat baik dan kebaikan itu tidak boleh ditolak. Aku merasa dekat dengan Kelvin. Di sepanjang jalan kita tak henti-hentinya tertawa. Ternyata Kelvin adalah orang yang humoris.
      Sesampainya di rumah, aku turun dan langsung masuk rumah tapi tidak lupa berterima kasih pada Kelvin.
      Tingtong…
      Baru saja sampai ruang tamu, sudah ada yang memencet bel. Dengan langkah gontai aku menuju pintu untuk tau siapa yang datang. Ternyata Kelvin.
“Eh Vin, ada apa?” Tanyaku heran
“Gue mau ngembaliin ini” Jawabnya sambil menunjukkan satu buku tebal
“Oh iya, makasih ya, masuk dulu yuk” Ucapku ramah
      Kelvin ternyata datang lagi untuk mengembalikan buku tebal miliku yang kujtuhkan hingga mengenai kakinya. Aku membawanya ke ruang tamu. Di sebelah ruang tamu terdapat kolam. Di samping kolam terdapat kursi roda dengan pemiliknya yang menatap ke arah kolam namun dengan tatapan kosong. Wajahnya pucat, tapi itu tidak mengurangi ketampanannya.
“Ma, dia yang udah nolong aku, namanya Kelvin” Ucapku memperkenalkan pada Mama
“Makasih ya, nak Kelvin” Ucap Mamah tersenyum sambil kembali ke dapur
      Kelvin hanya membalas senyuman Mama. Dia duduk di kursi dan melihat seseorang berkursi roda di samping kolam renang. Aku langsung mengerti apa yang ingin ia bicarakan. Tanpa dia harus bertanya, aku akan menjelaskan terlebih dahulu.
“Dia Om Tristan. Om gue. Dia yang udah ngebuat gue benci sama etnis Cina. Dia kaya gitu karena beberapa cewek Cina. Bulan lalu dia baru ditinggal sama pacarnyaa untuk tunangan sama orang lain. Dia hampir gila, dia om kesayangan gue. Dia suka banget sama Cina, hampir semua pacar dia Cina dan akhirnya sama, dikhianati.” Jelasku panjang lebar
“Maaf” Ucap Kelvin
“Ngga apa-apa, ngga tau kenapa gue kaya udah deket sama lo” Jawabku menyeka air mataku
“Berarti kita sahabat dong?” Tanyanya mengulurkan jari kelingkingnya
“Sahabat!” Jawabku sambil menyambut kelingnya
      Tanpa sadar, kita mengerlingkan satu mata kita secara bersamaan. Aku tidak tau tanda apa itu, tapi itu menjadi awal persahabatan kita. Aku sadar, aku salah telah membenci suku lain hanya karena beberapa orang dari suku tersebut membuat hidupku hancur. Aku akan berusaha lebih dewasa menghadapi masalah dan lebih melihat ke luar untuk semakin dewasa. Memang benar, cinta dan benci bedanya tipis sekali. Awalnya aku membencinya tapi sekarang aku mencintainya. Kini, sahabatku yang paling kucintai adalah Cina, Kelvin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar